Direktorat Jenderal Pajak dibebani tugas cukup berat. Tahun ini harus bisa mendapatkan pemasukan pajak Rp Rp 534 triliun.
Bukan tugas mudah, memang. Bagaimana upaya dan strategi lembaga ini memenuhi target itu, berikut ini petikan perbincangan Koran Tempo dengan Direktur Jenderal Pajak Darmin Nasution saat bertandang ke redaksi Koran Tempo pada Rabu lalu.
Apa upaya Anda untuk menggenjot penerimaan pajak?
Selama beberapa tahun terakhir, ada pekerjaan besar dan perubahan drastis yang kami lakukan. Pertama, percepatan administrasi perpajakan dan metode kerja. Secara .umum kami sebut modernisasiadministrasi perpajakan. Kedua, mengubah kebijakan yang lebih luas. Itu tergambar tidak hanya dalam aturan pelaksanaan, tapi juga amendemen Undang-Undang pajak, yang mengandung perubahan sangat fundamental.
Misalnya, citra yang sering dilontarkan oleh publik kepada aparat pajak adalah kami sering dianggap semena-mena, ngancam-ngancam orang. Itu bisa terjadi karena Undang-Undang Pajak lama memang memberi kewenangan dan power besar kepada aparat pajak. Sekarang itu sudah berubah menjadi lebih seimbang. Hak dan kewajiban wajib pajak diseimbangkan dengan hak dan kewajiban aparat pajak.
Ketiga, kami juga melakukan intensifikasi dan ekstensifikasi perpajakan. Harus diakui, sudah setengah abad republik ini berdiri, jumlah wajib pajak yang punya nomor pokok wajib pajak (NPWP) orang pribadi baru kira-kira 5 juta. Dari jumlah itu, yang memasukkan surat pajak terutang hanya 35-40 persen dari yang punya NPWP. Padahal penduduk kita 220 juta lebih atau, kalau dengan pendekatan keluarga, kira-kira ada 55 juta keluarga. Jadi memang jauh. Nah, itulah yang membuat kami harus me-ne-view kembali metode dan cara kerja-
Bisa dijelaskan kembali soal powerful-nya aparat pajak?
Selama ini harus kami akui aparat pajak memang banyak yang macam-macam. Kami punya tenaga fungsional, tapi prakteknya tidak cukup, sehingga memberdayakan tenaga lain. Akibatnya, metode yang dipakai macam-macam. Mereka juga tak tahu apa yang dilakukan. Jelas potensial sekali penyim-pangannya karena tidak bisa dimonitor. Kantor pajak ini hebatnya adalah mencegat uang setoran yang masuk sebelum masuk negara. Di departemen lain kan pengeluaran yang diurusi. Nah, ini memunculkan potensi terjadinya kongkalikong dari aparat pajak, sehingga uang tidak masuk menjadi uang negara.
Lalu apa yang dilakukan?
Itu semua kami ubah sampai ke titik persoalannya. Kami ini kan bekerja dengan darah hidup dari data wajib pajak. Kami tidak bisa bekerja tanpa budaya merekam laporan wajib pajak. Selama ini sudah direkam tapi kurang baik. Ada yang hilang, ada yang tidak lengkap, sehingga tidak ada evaluasi yang tajam. Jadi persoalan dasar itu sekarang kami benahi. Kami sudah memulainya sejak 2006.
Bagaimana hasilnya?
Saya sering dicaci maki, dikritik penerimaan nggak naiklah. Tapi ka-mi sabar saja. Yang penting sekarang kami terus membangun fondasi. Terus terang saja, strategi ini agak nekat. Kami berani menerima risiko dituding tidak baik penerimaannya, tapi nanti fondasi untuk menggenjot (penerimaan pajak lebih tinggi) bisa kuat.
Fondasinya sudah selesai belum?
Belum selesai. Saya pikir untuk fondasi paling dasar baru tahun depan. Walaupun begitu, penerimaannya sudah baik sekali. Artinya, upaya yang dilakukan pada 2006 sampai 2007 sudah mulai terlihat. Bukan hanya persoalan budaya kerja dan infrastruktur mulai membaik, penerimaan pajak juga jauh membaik.
Pada 2000-2001, penerimaan masih di bawah Rp 200 triliun. Pada 2003-2005, dipatok Rp 200 triliun, tapi penerimaan bisa mendekati Rp 300 triliun. Pada 2006, sudah Rp 300 triliunan dan 2007 mencapai Rp 400 triliun. Tahun ini target pajak Rp 500 triliunan (termasuk minyak dan gas). Itu artinya penerimaan pajak harus bisa Rp 1,5 triliun setiap hari, termasuk hari libur.
Kira-kira akan tercapai?
Kelihatannya malah terlampaui. Mari kita lihat, sampai April 2008, dari target Rp 143 tribun, realisasinya sudah Rp 151,3 triliun. Berarti 5,2 persen di atas target. Jika termasuk migas, targetnya Rp 155,3 triliun, tapi realisasinya sudah Rp 173,6 triliun, yang berarti dibanding realisasi Januari-April tahun lalu naik 44,9 persen dan 11,7 persen di atas target. Nah, kita belum pernah menikmati kenaikan realsisasi penerimaan 40 persen sepanjang sejarah republik ini. Akan kami coba pertahankan tren kenaikan ini sampai akhir tahun. Kalau itu bisa, target akan terlampaui jauh. Artinya apa ini? Kesabaran untuk pembenahan dan pembentukan fondasi di pada 2006 dan 2007 mulai kelihatan hasilnya, termasuk dalam soal penerimaan. Guwjnn es
Sumber : Koran Tempo
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Bagi para Wajib Pajak yang membutuhkan konsultan untuk penghitungan, penyetoran & pelaporan kewajiban perpajakan (PPh Pasal 21,22,23,25,26,29 dan PPN/PPnBM)kami siap membantu anda. Hubungi kami di hp 081218179462 atau 08886613619 atau email kami MH.Iskandar@gmail.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar